Keputusan Terbaru MK: Pemilu 2024 Tetap Menggunakan Sistem Coblos Caleg

ilustrasi oleh: tim wowhii.com

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan yang menolak gugatan terkait sistem pemilu di Indonesia. Keputusan ini berarti bahwa pemilu tahun depan akan tetap dilaksanakan dengan menggunakan sistem proporsional terbuka seperti yang telah digunakan sebelumnya.

Putusan ini disambut dengan beragam tanggapan dari berbagai pihak yang terlibat dalam proses pemilu. Beberapa pihak menyambut baik keputusan MK, sementara yang lain mengungkapkan kekecewaan mereka.

Bacaan Lainnya

Sistem pemilu proporsional terbuka telah digunakan dalam pemilihan umum di Indonesia sejak lama. Dalam sistem ini, pemilih memiliki kebebasan untuk memilih kandidat dari partai politik mana pun, baik secara langsung maupun melalui daftar calon yang disusun oleh partai politik.

Dengan keputusan MK ini, sistem ini akan terus digunakan dalam pemilu tahun depan. Para pendukung sistem proporsional terbuka berpendapat bahwa sistem ini mampu mewakili keberagaman politik di Indonesia dengan lebih baik, sementara para kritikus menganggap sistem ini kurang efisien dan memperlemah kekuatan partai politik.

Meskipun demikian, keputusan MK telah menjadi final dan pemilu tahun depan akan dilaksanakan sesuai dengan sistem pemilu yang telah ditetapkan.

“Dalam provisi menolak permohonan provisi para Pemohon. Dalam Pokok Permohonan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman dalam Sidang Pengucapan Ketetapan dan Putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Sejumlah pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah menjadi objek uji materi atau judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK), seperti yang dikutip oleh CNN Indonesia.

Pasal-pasal yang diajukan gugatan meliputi Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), dan Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu.

Para pemohon dalam uji materi ini terdiri dari beberapa individu, antara lain Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi (Bacaleg 2024), Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan), Riyanto (warga Pekalongan), dan Nono Marijono (warga Depok).

Mereka telah menunjuk pengacara dari kantor hukum Din Law Group untuk mewakili mereka dalam proses ini.

Para pemohon dalam uji materi tersebut menggugat pasal-pasal yang mengatur sistem pemungutan suara menggunakan metode proporsional terbuka atau sistem coblos calon anggota legislatif (caleg).

Mereka berkeinginan agar digunakan sistem coblos partai atau proporsional tertutup dalam pemilihan umum.

Perlu dicatat bahwa Indonesia telah menerapkan sistem proporsional terbuka sejak Pemilu tahun 2004. Keputusan MK terkait uji materi ini akan menjadi penentu apakah sistem pemilu yang telah digunakan selama ini akan tetap dipertahankan atau akan mengalami perubahan.

“Menyatakan frasa ‘proporsional’ Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘sistem proporsional tertutup’,” jelas pemohon dalam salah satu petitumnya.

Sidang pertama perkara ini dilaksanakan pada Rabu, 23 November, dan sidang terakhir digelar pada Selasa, 23 Mei, dengan fokus pada mendengarkan keterangan dari pihak terkait.

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengadakan total 16 persidangan sepanjang proses pemeriksaan perkara ini, mencakup tahap pemeriksaan pendahuluan hingga tahap pemeriksaan persidangan. Selama proses ini, MK telah mendengarkan keterangan dari berbagai pihak, termasuk DPR, presiden, pihak-pihak terkait, dan para ahli.

Dalam rangka membahas perkara ini, MK secara teliti mengumpulkan bukti dan argumen yang relevan. Para pihak yang terlibat langsung maupun yang terkait secara perundang-undangan telah memberikan keterangan yang diperlukan untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif bagi MK dalam mengambil keputusan yang tepat.

MK bertindak sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan sengketa konstitusional dan telah memastikan proses persidangan yang transparan dan adil.

Prinsip keadilan, asas praduga tak bersalah, dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan argumen telah dijunjung tinggi oleh MK. Setelah melalui serangkaian persidangan yang intensif, MK akan menganalisis semua bukti dan argumen yang telah disajikan untuk kemudian merumuskan putusan akhir dalam perkara ini.

Pos terkait