Potensi Perang Dunia Ketiga menjadi topik pembicaraan karena konflik yang semakin memanas di beberapa wilayah.
Di Eropa, perang antara Rusia dan Ukraina menjadi perhatian dunia, terutama bagi negara-negara di Benua Biru. Di Asia, konflik antara China-Taiwan dan di Semenanjung Korea juga menjadi sorotan.
Pejabat dan intelijen dari negara-negara Barat percaya bahwa China berencana untuk menginvasi Taiwan, meskipun tidak ada yang tahu kapan tepatnya, beberapa memprediksi bahwa hal itu dapat terjadi pada tahun 2027.
Di Semenanjung Korea, Korea Utara terus melakukan uji coba rudal yang membuat Korea Selatan dan Jepang menjadi was-was.
Meskipun demikian, apa saja tanda-tanda bahwa Perang Dunia Ketiga semakin dekat?
1. Kehadiran NATO di Ukraina
Selama invasi, beberapa negara anggota aliansi militer Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) secara aktif menyediakan persenjataan ke Ukraina.
Amerika Serikat, Jerman, dan beberapa negara lain bahkan mengirimkan sistem anti-tank yang membuat Rusia cemas. Selain itu, anggota NATO juga berencana mengirimkan jet tempur F-16, yang justru membuat Rusia marah.
Rusia telah memperingatkan bahwa jika F-16 benar-benar dikirim oleh NATO, maka hal itu akan dianggap sebagai keterlibatan dalam perang dan dapat memicu Perang Dunia Ketiga.
Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, menuduh bahwa dengan menyediakan persenjataan tersebut, NATO justru semakin mendekatkan Perang Dunia Ketiga.
“Barat benar-benar gila, mereka tidak bisa memikirkan hal lain. Kenyataannya, jalan buntu. Perang Dunia Ketiga semakin dekat,” ujar Medvedev pada 17 Juli, seperti yang dikutip oleh Euronews.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, menyatakan bahwa pengiriman F-16 ke Ukraina dianggap sebagai ancaman nuklir. Sebab, jet tempur ini memiliki kemampuan untuk membawa senjata nuklir.
“Kami akan menganggap bahwa fakta bahwa angkatan bersenjata Ukraina memiliki sistem seperti itu merupakan ancaman nuklir dari Barat,” kata Lavrov pada 13 Juli, seperti yang dikutip oleh Moscow Times.
2. Konflik China-Taiwan
Situasi konflik antara China dan Taiwan terus berlanjut. Baru-baru ini, Kementerian Pertahanan mencatat rekor 16 kapal perang China masuk ke perairan pulau itu pada 14-15 Juli.
Pada periode yang sama, Pasukan Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) mengerahkan 73 pesawat tempur China di sepanjang garis merah Selat Taiwan dan zona identifikasi pertahanan udara Taiwan (ADIZ).
Tak hanya itu, Kementerian Pertahanan juga melaporkan sembilan kapal China berada di sekitar perairan Taiwan selama tiga hari berturut-turut.
Pihak Kementerian Pertahanan menyatakan bahwa tindakan tersebut adalah bagian dari kampanye intimidasi China terhadap Taipei.
Menanggapi aktivitas tersebut, seorang pengamat militer berbasis di Hawai, Carl Schuster, menyatakan bahwa operasi China bertujuan untuk mempraktikkan dan melatih aksi militer hingga saat yang tepat tiba, seperti yang dilansir oleh Reuters.
Saat yang dimaksud adalah kemungkinan invasi China ke Taiwan.
China juga sering menggelar simulasi perang dekat perairan Taiwan, salah satunya pada April lalu. Latihan militer ini diadakan setelah Presiden Taiwan, Tsai Ing Wen, melakukan kunjungan ke AS dan bertemu dengan ketua DPR, Kevin McCarthy.
Menteri Luar Negeri Taiwan, Joseph Wu, kemudian menyatakan bahwa latihan militer China menunjukkan kesiapan mereka untuk berperang.
“Lihatlah latihan militer dan retorika mereka. Mereka tampaknya berusaha bersiap untuk melancarkan perang melawan Taiwan,” ujar Wu pada 11 April, seperti yang dikutip oleh CNN.
3. Konflik di Semenanjung Korea
Seorang penulis yang fokus pada isu pertahanan dan keamanan, Kyle Mizokami, pernah menyatakan bahwa Korea Utara bisa memicu perang dunia ketiga. Komentar tersebut terdapat dalam sebuah tulisan opini di situs pertahanan, National Interest, pada Februari 2020.
Artikel tersebut berjudul, “Korea Utara Akan Memicu Perang Dunia Ketiga yang Kita Takutkan Selama Ini.”
Mizokami menjelaskan bahwa Korea Utara merupakan tempat paling berbahaya di dunia jika terjadi kekosongan kekuasaan di negara tersebut. Keadaan ini bisa menyebabkan AS dan China terlibat dalam konflik militer langsung.
“Jika terjadi keruntuhan di Korea Utara dan tidak ada kesepakatan sebelumnya antara kedua negara, kemungkinan besar akan terjadi konfrontasi militer antara Amerika Serikat dan China,” tulis Mizokami.
Dalam skenario semacam itu, AS akan mengerahkan pasukan ke Asia Timur, sementara China akan berusaha menghentikan pasukan AS tersebut.
Tentara Pembebasan Rakyat China juga akan berusaha menutup pintu di Asia Timur sambil menggerakkan pasukan ke Korea Utara. Mereka juga berpotensi meluncurkan rudal ke pangkalan laut AS di Guam dan menargetkan fasilitas militer AS di Jepang. Serangan tersebut bisa menarik Jepang ke dalam konflik di Semenanjung Korea.
Tentu saja, AS akan berusaha mencegah hal tersebut dan ada kemungkinan lain bahwa mereka bisa menyerang daratan China.
“Perang antara AS dan China sulit dibayangkan. Itu akan sangat menghancurkan dan mematikan, dan berpotensi melibatkan penggunaan senjata nuklir,” tulis Mizokami.
Mizokami menjelaskan bahwa penting bagi kedua negara untuk mencapai kesepakatan jika rezim di Korea Utara runtuh.