Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan tegas menolak permohonan sistem pemilu proposional terbuka yang diajukan oleh enam orang pada 14 November 2022.
Keputusan ini diambil setelah proses sidang terbuka yang digelar pada Kamis, 15 Juni 2023, yang secara resmi disiarkan melalui akun YouTube MK.
Para pemohon yang mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka adalah Demas Brian Wicaksono, pengurus PDIP Cabang Probolinggo, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi yang merupakan bakal calon legislatif tahun 2024, Ibnu Rachman Jaya dari warga Jagakarsa, Jakarta Selatan, Riyanto dari warga Pekalongan, dan Nono Marijono dari warga Depok.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi, keputusan resmi untuk menolak usulan pemohon mengembalikan sistem pemilu proposional tertutup diumumkan tepat pada pukul 10.28 WIB. Hakim-hakim MK dengan tegas menyatakan penolakan mereka terhadap permohonan tersebut.
Pemohon berharap agar MK mengembalikan sistem pemilu ke model proporsional tertutup, namun argumen dan alasan yang diajukan tidak cukup meyakinkan hakim.
Setelah melalui proses pembahasan dan pertimbangan yang cermat, MK menyimpulkan bahwa sistem pemilu proporsional terbuka lebih sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang transparan dan inklusif.
Keputusan ini akan memiliki dampak signifikan pada perjalanan pemilu di masa mendatang. Meskipun pemohon tidak berhasil mengubah sistem pemilu saat ini, MK memastikan bahwa proses pemilihan umum akan tetap berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi yang dijunjung tinggi.
Dengan demikian, sistem pemilu proporsional terbuka akan terus diterapkan dalam pemilihan-pemilihan mendatang, mendorong partisipasi publik yang lebih luas dan menghormati kehendak rakyat.
“Pemohon baik secara berkas dan sebagainya tidak relevan dan banyak kekurangan dan tidak bisa untuk ditindaklanjuti,” kata Anwar Usman, pada Kamis, 15 Juni 2023 dalam sidang terbuka di MK.
MK telah meminta para pemohon untuk melengkapi berkas yang diajukan sebagai objek persidangan. Namun, para pemohon menolak dan menganggap persyaratan yang diajukan sudah sesuai dengan keinginan mereka.
“Karena berdasarkan pertimbangan hukum dan aspek norma serta lainnya, usulan pemohon tidak bisa ditindaklanjuti dan prematur,” ucap Anwar Usman.
Berdasarkan evaluasi terhadap berkas dan kelengkapan yang diajukan oleh para pemohon, MK memutuskan bahwa hal tersebut tidak relevan untuk dilanjutkan demi menjaga keadilan hukum di Indonesia sesuai dengan UUD 1945.
Para pemohon juga telah menyampaikan argumen bahwa sistem pemilu proporsional terbuka dapat mengancam kedaualatan bangsa Indonesia.
Sidang gugatan ini dimulai pada tanggal 23 November 2022. MK mengadakan sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan I dan telah menggelar sebanyak 18 sidang untuk mendengarkan keterangan dari berbagai pihak, termasuk penggugat, penyelenggara, dan saksi ahli.